KERAGAMAN
BUDAYA INDONESIA DAN POTENSI KONFLIK
Pendahuluan
Pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang wawasan nusantara,
mungkin bukan hal yang baru lagi jika kita mendengar kata teersebut,Wawasan
nusantara memiliki arti luas,sebut saja cara pandang Bangsa Indonesia terhadap
rakyat, bangsa dan wilayah NKRI yang meliputi darat, laut, dan udara diatasnya
satu kesatuan Politk, Ekonomi, Sosial, Budaya, dan Pertahanan Keamanan
Secara umum, kebanyakan masyarakat disuatu negara tidak hanya ditandai
oleh perbedaan-perbedaan tetapi ditandai juga oleh berbagai konflik yang sering
terjadi yang dikarnakan perbedaan perbedaan itu, seperti yang lazim kita jumpai
pada perbedaan suku, ras, bahasa, adat-istiadat, dan agama. Dari keanekaragam,
perbedaan dan konflik tersebut saya akan coba membahas mengenai konflik yang
terjadi di Indonesia dan saya akan mencoba membahas tentang budaya di
masyarakat
Pembahasan
Konflik
Kesalahan budaya sering terjadi di Indonesia masa kini karena banyak
Pimpinan Indonesia menggunakan ukuran budaya asalnya sendiri dalam menghadapi
masalah-masalah di wilayah budaya lain. Kesalahpahaman atau konflik yang timbul
akibat adanya keanekaragaman budaya Indonesia antara lain konflik Ambon, Poso,
Timor-timor dan konflik Sambas.
Masyarakat Ambon misalnya, umumnya mereka adalah kelompok masyarakat
yang statis. mereka lebih suka menjadi pegawai negeri, menguasai lahan tempat
kelahirannya, juga memiliki ladang dan pengolahan sagu. Berbeda dengan
masyarakat Bugis. Sebagai kaum pendatang yang tidak memiliki lahan, mereka
sangat dinamis dan mampu menangkap peluang dengan cepat. Pada umumnya mereka
adalah pedagang. keadaan ini menyebabkan masyarakat Bugis banyak menguasai
bidang ekonomi di Ambon, lama kelamaan kemampuan finansial mereka lebih besar
yaitu lebih kaya. Sedangkan warga local (Ambon) hanya bisa menyaksikan tanpa
mampu berbuat banyak. Akibatnya, kesenjangan ini kian hari kian bertambah dan
menjadi bom waktu yang siap meledak, bahkan sudah meledak. Sepertinya konflik
Poso pun berlatar belakang hampir sama dengan konflik Ambon. Hal sama juga
terjadi di timor-timor. Ketika tim-tim masih di kuasai Indonesia, masyarakat
Tim-Tim yang statis tidak berkembang. Sedangkan warga pendatang, yang umumnya
bersuku Batak, Minang, Jawa, penguasa di berbagai bidang ekonomi, sehingga
terjadi kecemburuan social. Kondisi serupa terjadi di Sambas. Konflik yang
terjadi karena suku Madura yang menguasai sebagian besar kehidupan ekonomi
setempat.
Selanjutnya dikatakan pula oleh Koentjaraningrat bahwa sumber-sumber
konflik di negara berkembang termasuk Indonesia ada 5, yaitu berikut ini.
- Konflik bisa terjadi kalau warga dari dua suku bangsa masing-masing bersaing dalam hal mendapatkan mata pencaharian hidup yang sama.
- Kalau warga dari satu suku bangsa mencoba memaksakan unsur-unsur dari kebudayaannya kepada warga dari suatu suku bangsa lain.
- Konflik yang sama dasarnya, tetapi lebih fanatik dalam wujudnya bisa terjadi kalau warga dari satu suku bangsa mencoba memaksakan konsep-konsep agamanya terhadap warga dari suku bangsa lain yang berbeda agama.
- Konflik akan tejadi kalau suku-suku bangsa berusaha mendominasi suatu suku bangsa lain secara politis.
- Potensi konflik terpendam ada dalam hubungan antara suku-suku suatu bangsa yang telah bermusuhan secara adat.
Pemecahan Masalah
1.
Semangat Religius
Semangat religious adalah yang paling utama
karena di dalamnya diajarkan tentang berbagai semangat dan itu sebenarnya sudah
dapat mewakili. Pandangan religious tentang manusia yaitu manusia diciptakan
sebagai makhluk yang mengusung nilai harmoni. Perbedaan yang mewujud secara
fisik sebenarnya merupakan ‘kehendak’ Tuhan yang seharusnya dijadikan sebuah
potensi untuk menciptakan kehidupan yang menjunjung tinggi toleransi. Beragam
suku, ras, budaya, dan lainnya tak ubahnya sebuah kekayaan untuk bersama-sama
membangun dan mengembangkan visi kehidupan yang harmonis. Keragaman formal
agama-agama di dunia juga tak luput dari ‘rekayasa Tuhan’ untuk umat manusia
2.
Semangat Pluralisme
Dengan adanya keberagaman maka harus ada
interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati
dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta
membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi. Sehingga apabila semua itu terwujud
maka mereka dapat hidup tenang dan selalu
berdampingan tanpa ada konflik
Untuk mengantisipasi konflik-konflik dimasa
yang akan datang, masyarakat yang berpotensi tunggal seperti itu harus didorong
untuk ikut beradaptasi dengan masyarakat dinamis. Jadi, penyelesaian
konflik-konflik perlu cara yang spesifik bukan dengan cara kekerasan.
Pendekatan yang mungkin dilakukan dengan menyerap dan memahami sari-sari budaya
kelompok-kelompok masyarakat yang berupa nilai-nilai yang mereka yakini,
pelihara dan pertahankan, termasuk keinginan-keinginan yang paling dasar.
3.
Semangat nasionalisme
Dalam hal ini sangat dibutuhkan semangat
Nasionalisme dan Patriotisme, karena dengan menyadari kita ini sama-sama Warga
Negara Indonesia maka yang terjadi bukanlah konflik, akan tetapi kebersamaan
untuk memajukan Indonesia melalui keberagaman. Jadi, dapat diartikan bahwa
sebenarnya keberagaman kebudayaan itu bukanlah pemicu konflik tapi adalah
sebuah kekayaan yang tidak dapat dibeli dengan apapun.
Tapi masalahnya adalah kebudayaan nasional
sudah tercampur dengan kebudayaan asing sehingga untuk mewujudkan semangat
Nasionalisme itu sendiri sudah semakin sulit. Sekarang ini identitas dan
nilai-nilai kebudayaan masing-masing suku bangsa di tiap daerah di seluruh
Indonesia sudah mulai luntur, bahkan menghilang. Padahal, nilai-nilai
kebudayaan itu berfungsi untuk mempertahankan harga diri kita, nilai-nilai yang
mulai luntur itu akan menggerogoti harga diri kita dan harga diri bangsa
sendiri
Hal ini dikarenakan banyak budaya asing yang
telah masuk bahkan ada yang sudah mendarah daging pada budaya Indonesia.
Anggapan bangsa Indonesia saat ini, jika hanya mempertahankan nilai-nilai
budaya Indonesia yang ada, maka mereka beranggapan hal tersebut adalah budaya
lama dan kurang modern.
Oleh karena itu dibutuhkan tindakan nyata dan
dipraktikan dalam kehidupa sehari-hari. Dan untuk menanamkan nilai-nilai budaya
Nasional pada generasi penerus bangsa,
instansi-instansi hendaknya menyusun kurikulum tentang pendidikan karakter dan
budi pekerti bangsa disekolah-sekolah. Tujuannya, untuk menjaga nilai-nilai
budaya nasional dan penangkal masuknya arus globalisasi. Pendidikan budi
pekerti juga diharapkan mampu mencegah timbulnya konflik antar suku bangsa di
Indonesia melalui ketahanan budaya.
Kesimpulan
Sebagai bangsa yang menjadikan persatuan dan
kesatuan sebagai dasar negara, sudah seharusnya kita mencegah perlakuan
diskriminasi guna menghindari sikap sukuisme dan fanatisme kedaerahan yang
sempit. oleh karena itu, diperlukan kesadaran masyarakat dalam menerima
keanekaragaman yang ada, serta saling menghormati dan menghargai perbedaan itu
sebagai karunia Sang Pencipta, serta peranan lembaga adat dan para pemuka agama
dalam mewujudkan suasana aman dan kondusif guna menjalin kerukunan bangsa dan Negara
Semangat religiusitas, nasionalisme,
pluralitas, serta humanitas adalah suatu keniscayaan bagi sebuah komunitas yang
beragam agama, suku, ras, budaya sebagaimana di Indonesia. Hal ini akan
mendukung upaya menumbuhkan kerukunan kehidupan warga Negara (Masyarakat).
Nilai-nilai luhur tersebut juga dapat mempermudah kalangan wakil rakyat untuk
membudayakan kegairahan melakukan redefinisi, reformasi, dan reinterpretasi
untuk kesejahteraan rakyatnya. Sehingga peraturan selalu up to date bagi
masanya dan relevan dengan kehidupan dan tantangan yang dihadapi manusia di
masanya.
Dengan demikian , Wawasan Nusantara menjadi
nilai yang menjiwai segenap peraturan perundang-undangan yang berlaku pada
setiap strata di seluruh wilayah negara , sehingga menggambarkan sikap dan
perilaku , paham serta semangat kebangsaan atau nasionalisme yang tinggi yang
merupakan identitas atau jati diri bangsa Indonesia, selain itu kita seharusnya
mempunyai pemahaman yang luas mengenai wawasan nusantara karena hal itulah yang
mempersatukan keragaman bangsa ini.
Nampak jelas sekali sekarang-sekarang ini
kita melihat bahwa apa yang kita miliki Belakangan ini banyak budaya-budaya
bangsa Indonesia diklaim sebagai budaya bangsa lain, misalnya Reog Ponorogo,
Tari Pendet, Keris, Batik, serta lagu-lagu daerah yang ditiru. Entah karena masih
memiliki sikap Nasionalisme, atau sekedar ikut-ikutan tersulut suasana, segenap
bangsa Indonesia ramai-ramai mengutuk negara tersebut sebagai pencuri budaya
bangsa lain.
Dari sinilah seharusnya kita sadar dan
benar-benar mempelajari dan melestarikan budaya-budaya yang ada agar generasi
penerus masih bisa menikmatinya, serta mengembangkan nilai-nilai budaya daerah
yang membangun kebanggaan masyarakat terhadap daerah, sekaligus bangsa
Indonesia
SUMBER
http://blog.student.uny.ac.id/arieveenz/2012/10/30/kasus-keragaman-budaya/
http://suyitno56596596.blogspot.com/2012/10/keragaman-sosial-budaya-masyarakat_23.html
SUMBER
http://blog.student.uny.ac.id/arieveenz/2012/10/30/kasus-keragaman-budaya/
http://suyitno56596596.blogspot.com/2012/10/keragaman-sosial-budaya-masyarakat_23.html